Pada Minggu, 29 September 2024, berlangsung perayaan Ekaristi pemberkatan Gereja St. Martinus Rejo di Paroki Wolofeo dengan tema perayaan “Barangsiapa yang tidak melawan kita, ia ada di pihak kita” (Mrk. 9:40). Perayaan tersebut dipimpin oleh Uskup Keuskupan Maumere, Mgr. Edwaldus Martinus Sedu, dan dihadiri oleh umat setempat serta para tamu undangan.
Perjalanan menuju ke Rejo dimulai dengan penyambutan Mgr. Edwaldus Martinus Sedu di Stasi Santo Thomas Nuabana, Paroki Lekebai, di mana Bapa Uskup disambut dengan pengalungan, sapaan adat, dan tarian. Setelah memberikan berkat kepada umat yang hadir, Bapa Uskup melanjutkan perjalanan ke Paroki Wolofeo, tempat di mana umat kembali menyambutnya dengan prosesi serupa menuju Gereja St. Martinus Rejo.
Perayaan Ekaristi dimulai pada pukul 11.00 WITA, dipimpin oleh Mgr. Edwaldus Martinus Sedu bersama Sekjen Keuskupan Maumere, RD. Yakobus Donnisius Migo, S.Fil, M.Th. Lic. Th., Pastor Paroki Wolofeo P. John Koten, dan diakon. Prosesi pemberkatan gereja diawali dengan pemberkatan air yang disertai pemercikan di seluruh bangunan dan altar gereja.
Dalam homilinya, Mgr. Edwaldus menyampaikan refleksi mendalam berdasarkan tema perayaan. Ia menekankan bahwa bangunan Gereja St. Martinus Rejo adalah lambang kasih Tuhan yang memampukan umat beriman untuk merasakan kehadiran-Nya di dalam rumah Tuhan. Beliau juga menghubungkan tema Injil hari itu dengan seruan Paus Fransiskus, menekankan pentingnya kasih sejati yang melampaui batas-batas agama dan egoisme.
Bapa Uskup mengajak umat untuk merenungkan dua pesan penting:
1. Penguatan Iman dan Kesaksian Sukacita: Gereja baru ini harus menjadi sumber sukacita yang menggerakkan umat untuk berbagi kasih dalam kesederhanaan. Kebanggaan sebagai umat Kristiani bukan terletak pada kekuatan atau kekayaan, melainkan pada rahmat Allah yang bekerja melalui hidup kita.
2. Pengampunan dan Pelayanan Pastoral: Uskup Edwaldus mengingatkan pentingnya mengampuni dan menciptakan ruang bagi tumbuhnya pelayanan pastoral yang menyelamatkan. Gereja sebagai rumah Tuhan harus menjadi tempat untuk menumbuhkan damai dan rekonsiliasi dalam kehidupan keluarga dan masyarakat.
Setelah misa selesai, umat mengikuti resepsi sederhana yang telah dipersiapkan oleh panitia. Perayaan berlangsung khidmat dan meninggalkan kesan mendalam bagi seluruh umat yang hadir.